Lemari
Aku tumbuh di daerah yang subur tanahnya dengan pepohonan yang rimbun daun-daunnya, udara yang masih bersih jauh dari polusi udara akibat dari kendaraan bermotor, asap-asap pabrik, efek dari rumah kaca, gedung-gedung bertingkat. Setiap pagi kurasakan dinginnya kabut turun dari atas bukit, sejuknya embun pagi yang melekat didiriku, hangatnya sinar matahari, hidup ini begitu indah dan nyaman kurasakan.
“Bu, pagi ini sangat cerah dan merasakan kehangatan sinar matahari tidak seperti hari-hari kemarin selalu hujan, kenapa kamu mengeluh, aku tidak mengeluh, jawab ku.” “Bu, aku ingin bertanya, tanya apa? Apa nama jenisku, Jati, lalu kenapa para manusia menebangi saudara-saudara kita, untuk dipergunakan menjadi sesuatu yang mereka butuhkan, menjadi apa, tanyaku lagi. Ibu sendiri tidak tahu, kata pak Burung kita akan dijadikan Lemari, Pintu, Mebel atau lainnya. Bila nanti sudah waktunya kau akan tahu akan dijadikan apa oleh Manusia, jawab ibuku.” “Kapan waktunya Bu, nanti setelah batangmu tumbuh lebih besar dan umur mu sudah cukup – apa Ibu akan meninggalkan aku dalam waktu dekat ini, pada saat tiba waktunya nanti Ibu ingin kamu tidak bersedih, tapi kamu harus bersyukur karena kita tempat berteduh dan tinggal untuk hewan-hewan kecil yang berada di bawah kita, dan persinggahan para kawananBurung sebelum melanjutkan perjalan mereka.”
“Coba kamu perhatikan sekitarmu, yang besar selalu memangsa yang kecil, itu karena sudah hukum rimba, dimana yang kuat akan mengalahkan yang lemah – begitu pula dengan kita, manusia akan menebang kita untuk dipergunakan sesuai dengan kebutuhan mereka. Bukankah kita berada dikawasan hutan yang di lindungi – tapi kenapa para Manusia itu selalu menebang, meraka itu penebang liar yang hanya mencari keuntungan untuk dirinya sendiri tanpa memperdulikan kelestarian alam ini, jawab Ibuku.” Setiap kali kulihat saat tangan-tangan kotor mereka menebangi teman-teman ku yang sedang tidur, rasanya ingin ku balas perbuatan mereka, tapi dengan cara apa aku akan membalas mereka. Aku hanyalah sebuah pohon yang tidak dapat mencegah perbuatan meraka, kadang ku merenung betapa kejamnya hidup ini dimana yang kuat akan berkuasa atas segalanya, aku berharap masih ada Manusia-manusia yang masih mempunyai hati nurani untuk melindungi kami yang hidup dihutan ini. “Jati, kenapa kamu murung, semalam aku telah kehilangan Ibuku pak Burung, aku turut bersedih, ini sudah takdir yang harus diterima, aku besedih karena disampingku sudah tidak ada siapa-siapa lagi, aku merasa sendiri pak, sahutku.” “Sesuai dengan nama mu kamu harus kuat, hidup ini harus terus berjalan dan kita akan memainkan peranan kita masing-masing – pada saatnya nanti kau akan tahu peran apa yang akan kamu lakoni, terima kasih pak Burung, kini hati ku sudah lebih tenang.
Nikmatilah hidup ini selagi kita masih bernafas dengan sebaik-baiknya.” Tidak terasa kini usiaku sudah semakin matang dan aku sudah banyak melihat kehidupan disekitarku, kini aku telah mempunyai tunas, aku akan menceritakan padanya tentang hidup ini sebagaimana dulu Ibu ku dan pak Burung bercerita padaku. Aku merasa waktuku sudah tidak lama lagi, malam itu aku terjaga – apa mereka para penebang liar, jika kulihat dari penampilan mereka aku tidak salah meraka memang benar para penebang liar. Dug, dug, mereka menebangku dan mengikatku dengan tambang, aku di bopong oleh beberapa orang untuk membawaku keluar dari hutan ini. Setelah keluar dari hutan – ku dibawa dengan menggunakan truk, aku tidak tahu akan dibawa kemana dan akan dijadikan apa aku nanti, aku hanya bisa pasrah.
“Mas, berapa harga lemari ini, Lima Juta pak, mahal sekali, ini kayu Jati asli pak, kuat dan tahan lama saya jamin bapak tidak akan rugi, turunin dong harganya jangan segitu, ini sudah murah pak, kalau sama orang lain saya kasih harga lebih tinggi dari bapak, karena bapak langganan di took saya jadi saya kasih harga special, sahut pemilik took.” “Gimana Bu, lemarinya bagus pak, Ibu suka dengan desainnya – karena Isteri saya suka , saya ambil lemarinya Mas, nanti sore bisa langsung antar kerumah, bisa pak, jawab pemilik toko.” Kini aku tinggal ditempat yang baru, tempat yang sangat jauh dari tempatku tinggal dahulu. Disini aku bisa merasakan hawa sejuk dari mesin kotak yang terpasang di dinding atas tepat diseberang ku berada. Aku akan selalu merindukan kehidupan dihutan tempat dimana aku tumbuh, aku sendiri tidak tahu akan berapa lama aku akan disini, hidup berdampingan dengan manusia.
Kini aku sudah mendapatkan jawaban atas peranku sekarang adalah pelengkap ruangan dan di dalam tubuhku di gantungi baju-baju. “Dimas, bagaimana menurut mu tentang lemari baru mu, bagus Bu, Dimas suka sekali, kalau begitu kamu harus bisa merapikan baju-baju mu sendiri ke dalam lemari dan Ibu tidak mau lihat lagi pakaian mu berantakan di kasur, baik Ibu ku yang cantik Dimas akan merapikan pakaian Dimas di lemari, Bu satu hal lagi, ada apa, Dimas boleh menempel poster bola di bagian dalam pintu lemari, boleh…, kamu atur sesukamu tapi ingat harus rapi, jawab Ibu pada Dimas.” Melihat suasana keluarga ini aku sangat nyaman, dan aku bersyukur bisa menjadi bagian darinya walaupun peran ku sangat kecil tapi berguna sekali untuk Dimas. By : Yulinda Kumara Ramandini
“Bu, pagi ini sangat cerah dan merasakan kehangatan sinar matahari tidak seperti hari-hari kemarin selalu hujan, kenapa kamu mengeluh, aku tidak mengeluh, jawab ku.” “Bu, aku ingin bertanya, tanya apa? Apa nama jenisku, Jati, lalu kenapa para manusia menebangi saudara-saudara kita, untuk dipergunakan menjadi sesuatu yang mereka butuhkan, menjadi apa, tanyaku lagi. Ibu sendiri tidak tahu, kata pak Burung kita akan dijadikan Lemari, Pintu, Mebel atau lainnya. Bila nanti sudah waktunya kau akan tahu akan dijadikan apa oleh Manusia, jawab ibuku.” “Kapan waktunya Bu, nanti setelah batangmu tumbuh lebih besar dan umur mu sudah cukup – apa Ibu akan meninggalkan aku dalam waktu dekat ini, pada saat tiba waktunya nanti Ibu ingin kamu tidak bersedih, tapi kamu harus bersyukur karena kita tempat berteduh dan tinggal untuk hewan-hewan kecil yang berada di bawah kita, dan persinggahan para kawananBurung sebelum melanjutkan perjalan mereka.”
“Coba kamu perhatikan sekitarmu, yang besar selalu memangsa yang kecil, itu karena sudah hukum rimba, dimana yang kuat akan mengalahkan yang lemah – begitu pula dengan kita, manusia akan menebang kita untuk dipergunakan sesuai dengan kebutuhan mereka. Bukankah kita berada dikawasan hutan yang di lindungi – tapi kenapa para Manusia itu selalu menebang, meraka itu penebang liar yang hanya mencari keuntungan untuk dirinya sendiri tanpa memperdulikan kelestarian alam ini, jawab Ibuku.” Setiap kali kulihat saat tangan-tangan kotor mereka menebangi teman-teman ku yang sedang tidur, rasanya ingin ku balas perbuatan mereka, tapi dengan cara apa aku akan membalas mereka. Aku hanyalah sebuah pohon yang tidak dapat mencegah perbuatan meraka, kadang ku merenung betapa kejamnya hidup ini dimana yang kuat akan berkuasa atas segalanya, aku berharap masih ada Manusia-manusia yang masih mempunyai hati nurani untuk melindungi kami yang hidup dihutan ini. “Jati, kenapa kamu murung, semalam aku telah kehilangan Ibuku pak Burung, aku turut bersedih, ini sudah takdir yang harus diterima, aku besedih karena disampingku sudah tidak ada siapa-siapa lagi, aku merasa sendiri pak, sahutku.” “Sesuai dengan nama mu kamu harus kuat, hidup ini harus terus berjalan dan kita akan memainkan peranan kita masing-masing – pada saatnya nanti kau akan tahu peran apa yang akan kamu lakoni, terima kasih pak Burung, kini hati ku sudah lebih tenang.
Nikmatilah hidup ini selagi kita masih bernafas dengan sebaik-baiknya.” Tidak terasa kini usiaku sudah semakin matang dan aku sudah banyak melihat kehidupan disekitarku, kini aku telah mempunyai tunas, aku akan menceritakan padanya tentang hidup ini sebagaimana dulu Ibu ku dan pak Burung bercerita padaku. Aku merasa waktuku sudah tidak lama lagi, malam itu aku terjaga – apa mereka para penebang liar, jika kulihat dari penampilan mereka aku tidak salah meraka memang benar para penebang liar. Dug, dug, mereka menebangku dan mengikatku dengan tambang, aku di bopong oleh beberapa orang untuk membawaku keluar dari hutan ini. Setelah keluar dari hutan – ku dibawa dengan menggunakan truk, aku tidak tahu akan dibawa kemana dan akan dijadikan apa aku nanti, aku hanya bisa pasrah.
“Mas, berapa harga lemari ini, Lima Juta pak, mahal sekali, ini kayu Jati asli pak, kuat dan tahan lama saya jamin bapak tidak akan rugi, turunin dong harganya jangan segitu, ini sudah murah pak, kalau sama orang lain saya kasih harga lebih tinggi dari bapak, karena bapak langganan di took saya jadi saya kasih harga special, sahut pemilik took.” “Gimana Bu, lemarinya bagus pak, Ibu suka dengan desainnya – karena Isteri saya suka , saya ambil lemarinya Mas, nanti sore bisa langsung antar kerumah, bisa pak, jawab pemilik toko.” Kini aku tinggal ditempat yang baru, tempat yang sangat jauh dari tempatku tinggal dahulu. Disini aku bisa merasakan hawa sejuk dari mesin kotak yang terpasang di dinding atas tepat diseberang ku berada. Aku akan selalu merindukan kehidupan dihutan tempat dimana aku tumbuh, aku sendiri tidak tahu akan berapa lama aku akan disini, hidup berdampingan dengan manusia.
Kini aku sudah mendapatkan jawaban atas peranku sekarang adalah pelengkap ruangan dan di dalam tubuhku di gantungi baju-baju. “Dimas, bagaimana menurut mu tentang lemari baru mu, bagus Bu, Dimas suka sekali, kalau begitu kamu harus bisa merapikan baju-baju mu sendiri ke dalam lemari dan Ibu tidak mau lihat lagi pakaian mu berantakan di kasur, baik Ibu ku yang cantik Dimas akan merapikan pakaian Dimas di lemari, Bu satu hal lagi, ada apa, Dimas boleh menempel poster bola di bagian dalam pintu lemari, boleh…, kamu atur sesukamu tapi ingat harus rapi, jawab Ibu pada Dimas.” Melihat suasana keluarga ini aku sangat nyaman, dan aku bersyukur bisa menjadi bagian darinya walaupun peran ku sangat kecil tapi berguna sekali untuk Dimas. By : Yulinda Kumara Ramandini
Komentar
Posting Komentar