Siapa suamiku
Ya Allah, hamba memohon padaMu kuatkanlah iman hambaMu yang hina ini dalam menghadapi cobaan hidup ini. Pada saat saya mengetahui kebenaran yang menyatakan Rai suamiku adalah seorang “gay”, apa yang selama ini kulihat itu tidak benar, orang yang sering bersama Rai direstoran hanyalah relasinya saja.
Saya bingung mana yang harus kupercaya, kata hati atau apa yang selama ini kulihat dan kudengar, suatu hari Rai pernah memperkenalkan saya dengan Sam sebagai relasinya bahkan dia pernah mengundangnya kerumah hanya untuk sekedar makan malam bersama kami. Tapi Surti pembantu sebelah rumah pernah bercerita padaku kalau dia melihat suamiku sedang bermesraan didalam mobil seorang pria yang ia tidak kenal, malam itu mobil Camry biru metalik berhenti tepat diseberang rumah majikannya. Dia melihat dari beranda lantai dua, hari itu saya hanya tahu kalau mobil Rai rusak dan harus masuk bengkel, saat dibengkel dia bertemu dengan Sam kemudian ia menawarkan jasanya untuk mengantar Rai pulang kerumah.
Saya sempat tidak percaya dengan apa yang kudengar dari mulut Surti, ternyata bukan hanya Surti saja yang pernah melihat suamiku bermesraan dengan Sam. Burhan teman dekatku juga pernah menyaksikan kemesraan mereka berdua disebuah Club malam yang cukup terkenal di Bali.
Setelah mendengar semua itu saya mulai meragukan Rai apakah dia pria normal atau “gay”. Apakah pernikahanku selama ini hanyalah panggung sandiwara yang dimana saya hanya mendapat peran pembantu saja sedangkan suamiku dan Sam sebagai actor utama dan sekaligus sutradaranya. Sayapun mulai menyelidiki kebenarannya, saya harus tahu meskipun itu akan sangat menyakitiku.
“Sayang.., hari ini aku ada meeting dan itu akan lama.”
“Rai kamu meeting di Jakarta atau luar kota”.
“Dikantor! Jadi kamu ke Bandung jenguk Eyang.”
“Jadi Rai, ini aku sudah siap. Berapa hari rencananya kamu akan dirumah Eyang.”
“Mungkin seminggu, kenapa? Kangen ya kalau aku tinggal lama dirumah Eyang.”
“Ya kangen dong, kamu kan istriku masak aku kangen sama orang lain yang bukan muhrimku. Sebelum aku ke kantor aku antar kamu dahulu ke stasiun.”
“Sayang jangan lupa sesampainya kamu dirumah Eyang telepon atau sms aku.”
“Ya, kamu tidak perlu khawatir setelah aku sampai dirumah Eyang aku akan langsung sms kamu, karena aku tidak mau mengganggu meeting kamu.”
“Kamu tahu, selama ini aku menikah dengan wanita yang tepat.”
“Maksudmu apa, apa sekarang kamu sedang merayuku”
“Aku berkata jujur bahwa kamu adalah istri yang paling mengerti tentang aku .”
“Rai terimakasih atas pujianmu ini, lalu kukecup keningnya.”
Setelah dua hari ku di Bandung, tidak bisa membuat hatiku menjadi lebih tentram, yang ku rasa justru hatiku merasa lebih galau, saya merasa sesuatu telah terjadi di Jakarta. Dengan alasan Rai sudah kangen padaku, saya minta ijin ke pada Eyang untuk kembali ke Jakarta. “Eyang hari saya pamit ke Jakarta semalam mas Rai telepon katanya dia udah kangen . Ya udah kalau begitu salam buat suamimu, hati – hati di jalan”. Sengaja aku tidak memberitahu Rai perihal aku pulang ke Jakarta lebih cepat dari rencana semula.
Hari ini hujan turun dengan derasnya, sepanjang perjalanan hatiku tidak jua mau tenang. Setelah sampai dirumah hujan tidak jua berhenti, saya lihat mobil Rai ada di garasi berarti dia sekarang ada dirumah, dari luar kulihat sepertinya Rai tidak sendiri. Saya penasaran sebenarnya Rai sedang bersama siapa, bukankah seharusnya pada sekarang ini dia masih di kantor, apa dia sakit jadi tidak kekantor. Tapi tadi dalam perjalan ke Jakarta saya sempat telepon ke kantornya dan menurut sekretarisnya Rai ada meeting diluar dan hari ini tidak ke kantor, akhirnya kuputuskan untuk memberanikan diri melihat secara sembunyi sebenarnya saat ini dia sedang bersama siapa .
Bagai disambar “petir” saya melihat mereka bermesraan diruang tamu, ternyata selama ini apa yang dikatakan Surti dan Burhan benar adanya.
Saat itu saya merasa seluruh tubuhku bergetar dengan hebatnya, inginku menjerit tapi suaraku nyaris tidak terdengar, air mataku membasahi kedua pipiku. Saya bingung, saya harus mengadu pada siapa, tanpa ku sadari telah kulangkahkan kakiku dari rumah yang selama ini kuanggap tempat ku berlindung dari panasnya matahari dan derasnya hujan. Dalam derasnya hujan ku terus berlari dan air mataku tidak jua mau berhenti, dipersimpangan jalan saya mulai menghentikan langkahku kemudian kuputuskan kalau malam ini saya tidur di hotel, lalu kupanggil taksi untuk membawaku ke sana.
Aku hanya bisa berkeluh kesah padaMu, kau telah mengetahui semua isi hatiku “note book ku sayang” yang selalu setia menemaniku dalam suka dan duka.
“Sayang.., ada pengantin baru datang. Iya sebentar aku mau menyimpan cerpenku dulu”.
“Hai apa kabar kalian berdua. Bagaimana dengan bulan madumu lancar Tan, sahutku.”
“Lancar dong..” dengan riangnya Tania bercerita pengalamannya berbulan madu di Venesia. Tanpaku sadari ternyata Rai membaca diaryku, yang kusimpan dalam note book. Setelah Tania dan Burhan pulang, Rai langsung bertanya padaku dengan suara Lantang!
“APA KAMU MERAGUKANKU SEBAGAI PRIA NORMAL!”
Kujawab dengan suara yang tidak kalah Lantangnya dari suara Rai “IYA! AKU MERAGUKANMU, DENGAN APA YANG KULIHAT SELAMA INI . RUMAH TANGGA YANG KITA JALANI SEBAGAI SUAMI ISTRI HANYA KAU JADIKAN KEDOK UNTUK MENUTUPI KELEMAHANMU DI DEPAN SEMUA ORANG TERMASUK ORANG TUAMU SENDIRI DAN EYANG!”. Suara Rai kembali lembut.
“Pada saat kamu melihat aku dengan Sam diruang tamu, itu hanya pelukan perpisahan karena aku telah memutuskan untuk membina rumah tangga dengan mu, hanya denganmu bukan Sam atau lainnya. Tapi apa yang telah kamu lakukan selama ini tidak pernah memberiku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku ingin menjadi suami yang baik.”
“Seorang pria normal yang ingin mencintai dan dicintai oleh wanita pujaan hatinya.”
Rai berusaha meyakinkan saya dengan semua argumennya, jauh didalam lubuk hatiku, semua argumennya belum membuatku merasa nyaman, saya merasa dia masih menyembunyikan sesuatu atau merahasiakan seseorang yang dia lindungi.
“Maafkan aku Rai telah meragukanmu, seharusnya saat itu aku bertanya langsung bukan membuat sugesti sendiri, sahutku.”
“Aku ingin mulai saat ini kita kembali merajut rumah tangga kita dari awal tanpa ada lagi kecurigaan, lupakan semua kejadian yang telah terjadi, kita anggap sebagai mimpi buruk. Sayang, aku yakin kita bisa melalui ini bersama dengan menumbuhkan rasa saling percaya, dan aku mau tidak ada jarak diantara kita.”
“Aku setuju Rai, aku sebagai istri hanya menginkan rumah tangganya bisa awet sampai ajal memisahkan kita.”
“Terima kasih istriku, kau mau mengerti diriku. Aku janji padamu bahwa mulai saat ini dan selamanya hanya istriku seorang yang ku cinta seumur hidupku.”
Tiga bulan telah berlalu semenjak kejadiaan hari itu, tidak juga kutemukan rasa nyaman, tentram, hangat saat bersama Rai justru yang ku temukan adalah rasa dingin yang menusuk tulang saat berada diatas puncak gunung es abadi.
Sudah ku putuskan dengan bulat bahwa saya akan menyelidiki Rai lebih jauh lagi.
Kali ini saya akan menyamar menjadi seorang pria,”pria gay” tentunya. Saya harus bergaya sebaik mungkin untuk dapat memikat perhatian Rai. Kulihat Rai sedang duduk sendiri dipojok ruang restoran favoritnya, lalu saya berjalan menghampirinya.
“Permisi Mas, apa bangku ini kosong?”
Kulihat Rai dengan seksama dan saya berusaha untuk bersikap setenang mungkin, dengan menabar senyum manisnya dia mempersilahkan ku duduk.
“Perkenalakan, saya Ilhan, saya Rai senang berkenalan denganmu Ilhan.” Dia membalas jabat tanganku.
Selama saya menyamar menjadi Ilhan, saya sedikit lebih tahu tentangnya. Siang itu dimana udara terasa lebih sejuk setelah pagi harinya diguyur hujan saya berjanji untuk bertemu dengannya di restoran favorit kami, setelah saya merasa penyamaranku telah sempurna saya bergegas menuju ke tempat pertemuan. Setibanya disana kulihat Rai sudah datang, dia melambaikan tangannya langsung kubalas lambaiannya.
“Sorry agak telat jalan macet maklum habis hujan, sudah nunggu lama?”
“Belum, kebetulan aku juga baru datang.”
“Hari ini kamu tampak senang, apa yang membuatmu senang katakana padaku Rai, pinta ku.”
“Yang membuatku senang adalah mulai hari ini dan selamanya kita akan sering bertemu, jujur aku kagum dengan pesonamu dan tutur katamu, kadang kau membuatku bergetar sampai - sampai aku harus bisa menahan diriku.” Sambil memegang tanganku dia berkata mesra, mendengar perkataan mesranya membuatku merinding dan aku harus bisa menenangkan diriku didepannya.
Kami bercengkrama cukup lama, saat kami akan pergi tiba – tiba Rai berbisik padaku.
“Ada yang ingin kusampaikan padamu, apa? Katakan saja aku ingin mendengarnya.”
Dia berbicara sangat dekat, dan menaruh salah satu tangannya dipunggungku, dan yang satunya memegang tanganku lalu dikecupnya.
“Aku tahu didalam tubuhmu ada jiwa istriku, dari caramu bersikap ada satu kebiasaanmu yang tidak hilang saat kau gugup istriku yang cantik.”
Dengan suara sedikit bergetar saya berkata “maksud mu apa? Aku sungguh tidak mengerti.”
“Yang hanya perlu kau mengerti adalah aku lebih merasa bergairah saat kau menjadi Ilhan daripada dirimu yang sebenarnya.”
Bagai dihantam Godam saya hanya bisa duduk diam tidak bergerak, saya berusaha untuk tetap tenang namun tubuhku semakin bergetar saat kulihat senyum tanda kemenangannya. Saya hanya bisa diam seribu bahasa, hatiku semakin hancur , “Ya Allah betapa bodohnya hambaMu ini, selama ini aku percaya dengan janji manisnya.”
“Aku tunggu kamu malam ini Ilhan dirumahku atau kamu ingin kita bercengakrama lebih leluasa dihotel, kalau kamu mau aku akan segera pesan kamar untuk kita berdua.”
“Dihotel saja, pintaku.” “Baiklah kalau begitu, setelah aku pesan , aku segera mengontak mu, aku ingin memberimu kejutan yang special.” Tanpa rasa canggung lagi dia mengecup leherku dengan penuh gairah, yang membuatku semakin muak dengan segala tingkah lakunya. Dia sudah tidak menganggap diriku sebagai istrinya lagi.
“Aku pergi dulu, rasanya aku sudah tidak sabar dengan pertemuan kita nanti malam, Ilhan sayang, aku ingin malam ini kamu senang dan aku siap menjadi budakmu selamanya.”
Dengan menahan air mataku yang ingin keluar ku berkata “ Aku juga sudah tidak sabar.”
Hari ini bagiku seperti mimpi buruk yang tidak mau melepasku dari cengkramannya. Sesampainya ku dirumah, saya langsung mengepak barang – barangku, sudah kuputuskan saya harus pergi ketempat yang jauh dimana Rai beserta keluarganya tidak dapat menemukan keberadaan diriku, kutinggal HP dan kartu kredit pemberiannya. Jauh dari yang kubayangkan sebelumnya bahwa sesungguhnya saya sama sekali tidak mengenal siapa suamiku sebenarnya. Mulai saat ini saya bertekad harus bisa lepas dari cengkramannya, selamanya bagaimanapun caranya akan kupertaruhkan untuk mendapatkan kebebasanku.
By : Yulinda kumara Ramandini
mba din.. pengalaman pribadi yua..?? hahhhaahha
BalasHapus