martabak alim
SUHANTO, PEMILIK MARTABAK ALIM: ALERGI DENGAN KOSA KATA PUTUS ASA
Bila mendengar kata putus asa saja, Alim, begitu pemilik merek Martabak Alim ini disapa, terlihat garang. “Buang jauh-jauh itu kata putus asa. Dalam hidup saya tidak ada kamus untuk kosa kata itu,” ujarnya garang ketika memflash back tentang pahit getirnya bertahan hidup di kota Jakarta dengan menjadi pembantu rumah tangga hingga kuli panggul di pasar Kramat Jati Jakarta di awal tahun 1990-an.
Itulah cerita awal kedatangan Pria kelahiran Bangka ini ke Jakarta tahun 1990. “Hidup saya seperti jatuh jauh ke dasar bumi, sudah jatuh ketimpa tangga pula. Sebelumnya saya pernah menjabat sebagai kepala cabang di salah satu perusahaan, kemudian diberhentikan, lalu saya jadi kuli panggul di pasar Kramat Jati dan menjadi pembantu rumah tangga di tempat kawan teman saya sendiri,” tuturnya dengan mata yang berkaca-kaca kepada majalahfranchise.com hari ini.
Sedikit bangun dari sekedar bertahan hidup, pemilik merek martabak yang sebulan lalu mendapatkan penghargaan dari PT Bogasari sebagai makanan terfaforit di Jakarta kategori martabak, pernah menjajal bekerja sebagai sales pada salah satu perusahaan hingga pada tahun 1990 menjajal berbisnis mie ayam. Namun usaha mie ayam gagal total karena keterbatasan modal dan pengetahuan.
“Waktu itu karena tidak kreatif saya hanya ngekor saja, melihat usaha orang lain bagus lalu saya ikut buka usaha mie,” kenang dia. Namun tak lama berselang usaha mie tersebut bangkrut hingga diusir oleh pemilik tempat usaha karena tidak mampu lagi membayar sewa.
Malang nian nasib Alim. Putus asa kah bapak lima orang anak ini karena seakan semua usahanya tak kunjung berujung manis? “Sekali lagi, misalnya suatu waktu kaki dan tangan saya buntung, terus usaha saya bangkrut sekalipun, saya tak pernah putus asa. Saya buang jauh-jauh kata itu. Saya tidak mau malas seperti para pengemis yang meminta-minta. Saya tetap berjuang dan berjuang sampai titik darah penghabisan,” katanya tegas.
Kristalisasi keringat pemilik nama lengkap Suhanto ini, seperti berubah menjadi emas, ketika salah seorang temannya mengajak jalan-jalan ke salah satu gerai merek roti waralaba dari luar negeri di Indonesia. Di gerai roti tersebut, terciptalah sebuah ide fantastik yang kemudian melahirkan merek Martabak Alim yang hingga saat ini telah memiliki 102 gerai di seluruh Indonesia.
“Saya melihat di gerai roti tersebut begitu banyaknya menu-menu roti dengan berbagai rasa. Padahal itu tetap saja sebuah roti. Saya pun berpikir, kenapa saya tidak membuat martabak dengan banyak rasa seperti halnya roti tersebut, yang apalagi waktu itu belum ada martabak yang memiliki banyak pilihan menu rasa apalagi hingga berjumlah 42 rasa seperti punya Martabak Alim,” kenang dia.
Tekad untuk membuat usaha martabak lalu bergejolak didalam dadanya yang kemudian mulai membangun merek Martabak Alim pada tahun 2007 dengan modal awal sebesar Rp 13 juta dari hasil penjualan sepeda motor pribadinya sehingga bisa menyewa tempat usaha seluas 2x3 di jalan Agus Salim Bekasi serta untuk membeli berbagai bahan pembuatan Martabak puluhan rasa.
Rupanya dewi Fortuna datang untuk bisnis Martabak Alim. Memasuki bulan pertama antrian panjang para pembeli membuat jalanan Agus Halim Bekasi padat dan macet hanya untuk antri memesan martabak Alim karena lebih dari 40 an pilihan menu dengan rasa yang berbeda serta harga yang sangat murah.
Hingga pada suatu waktu, salah satu televisi swasta di Indonesia, melihat antrian panjang hanya untuk membeli martabak yang menyebabkan macet tersebut adalah sebuah berita yang unik. “Dari pemberitaan tersebut akhirnya bukan hanya pembeli martabak yang antri tetapi juga mitra yang mau menjadi mitra usaha juga antri mau menjadi mitra Martabak Alim,” ucapnya bangga.
Sejurus dengan eksposure media yang turut melambungkan nama Martabak Alim disamping karena keunggulan rasa dengan jumlah 42 menu yang berbeda dengan merek-merek martabak umumnya yang ada di Indonesia serta harga yang amat terjangkau, Martabak Alim, hingga akhir tahun 2009, memiliki 102 gerai mitra yang tersebar di seluruh Indonesia. “Mungkin hingga akhir Desember akan berjumlah 106 mitra karena saat ini saya sedang survey beberapa lokasi mitra,” katanya.
Ide Martabak dengan banyak rasa, tutur Alim, menyebabkan beberapa pemula bisnis Martabak mulai menjiplak ide model bisnis Martabak Alim. “Mereka boleh saja ikut, tetapi karena saya yang memiliki ide awal berarti saya yang bisa mengendalikan mereka. Oleh Karena itu saya akan membuat suatu terobosan baru lagi dimasa mendatang dengan satu merek martabak baru yang akan menggerus bisnis para penjiplak tersebut,” kata dia. www.majalahfranchise.com
Itulah cerita awal kedatangan Pria kelahiran Bangka ini ke Jakarta tahun 1990. “Hidup saya seperti jatuh jauh ke dasar bumi, sudah jatuh ketimpa tangga pula. Sebelumnya saya pernah menjabat sebagai kepala cabang di salah satu perusahaan, kemudian diberhentikan, lalu saya jadi kuli panggul di pasar Kramat Jati dan menjadi pembantu rumah tangga di tempat kawan teman saya sendiri,” tuturnya dengan mata yang berkaca-kaca kepada majalahfranchise.com hari ini.
Sedikit bangun dari sekedar bertahan hidup, pemilik merek martabak yang sebulan lalu mendapatkan penghargaan dari PT Bogasari sebagai makanan terfaforit di Jakarta kategori martabak, pernah menjajal bekerja sebagai sales pada salah satu perusahaan hingga pada tahun 1990 menjajal berbisnis mie ayam. Namun usaha mie ayam gagal total karena keterbatasan modal dan pengetahuan.
“Waktu itu karena tidak kreatif saya hanya ngekor saja, melihat usaha orang lain bagus lalu saya ikut buka usaha mie,” kenang dia. Namun tak lama berselang usaha mie tersebut bangkrut hingga diusir oleh pemilik tempat usaha karena tidak mampu lagi membayar sewa.
Malang nian nasib Alim. Putus asa kah bapak lima orang anak ini karena seakan semua usahanya tak kunjung berujung manis? “Sekali lagi, misalnya suatu waktu kaki dan tangan saya buntung, terus usaha saya bangkrut sekalipun, saya tak pernah putus asa. Saya buang jauh-jauh kata itu. Saya tidak mau malas seperti para pengemis yang meminta-minta. Saya tetap berjuang dan berjuang sampai titik darah penghabisan,” katanya tegas.
Kristalisasi keringat pemilik nama lengkap Suhanto ini, seperti berubah menjadi emas, ketika salah seorang temannya mengajak jalan-jalan ke salah satu gerai merek roti waralaba dari luar negeri di Indonesia. Di gerai roti tersebut, terciptalah sebuah ide fantastik yang kemudian melahirkan merek Martabak Alim yang hingga saat ini telah memiliki 102 gerai di seluruh Indonesia.
“Saya melihat di gerai roti tersebut begitu banyaknya menu-menu roti dengan berbagai rasa. Padahal itu tetap saja sebuah roti. Saya pun berpikir, kenapa saya tidak membuat martabak dengan banyak rasa seperti halnya roti tersebut, yang apalagi waktu itu belum ada martabak yang memiliki banyak pilihan menu rasa apalagi hingga berjumlah 42 rasa seperti punya Martabak Alim,” kenang dia.
Tekad untuk membuat usaha martabak lalu bergejolak didalam dadanya yang kemudian mulai membangun merek Martabak Alim pada tahun 2007 dengan modal awal sebesar Rp 13 juta dari hasil penjualan sepeda motor pribadinya sehingga bisa menyewa tempat usaha seluas 2x3 di jalan Agus Salim Bekasi serta untuk membeli berbagai bahan pembuatan Martabak puluhan rasa.
Rupanya dewi Fortuna datang untuk bisnis Martabak Alim. Memasuki bulan pertama antrian panjang para pembeli membuat jalanan Agus Halim Bekasi padat dan macet hanya untuk antri memesan martabak Alim karena lebih dari 40 an pilihan menu dengan rasa yang berbeda serta harga yang sangat murah.
Hingga pada suatu waktu, salah satu televisi swasta di Indonesia, melihat antrian panjang hanya untuk membeli martabak yang menyebabkan macet tersebut adalah sebuah berita yang unik. “Dari pemberitaan tersebut akhirnya bukan hanya pembeli martabak yang antri tetapi juga mitra yang mau menjadi mitra usaha juga antri mau menjadi mitra Martabak Alim,” ucapnya bangga.
Sejurus dengan eksposure media yang turut melambungkan nama Martabak Alim disamping karena keunggulan rasa dengan jumlah 42 menu yang berbeda dengan merek-merek martabak umumnya yang ada di Indonesia serta harga yang amat terjangkau, Martabak Alim, hingga akhir tahun 2009, memiliki 102 gerai mitra yang tersebar di seluruh Indonesia. “Mungkin hingga akhir Desember akan berjumlah 106 mitra karena saat ini saya sedang survey beberapa lokasi mitra,” katanya.
Ide Martabak dengan banyak rasa, tutur Alim, menyebabkan beberapa pemula bisnis Martabak mulai menjiplak ide model bisnis Martabak Alim. “Mereka boleh saja ikut, tetapi karena saya yang memiliki ide awal berarti saya yang bisa mengendalikan mereka. Oleh Karena itu saya akan membuat suatu terobosan baru lagi dimasa mendatang dengan satu merek martabak baru yang akan menggerus bisnis para penjiplak tersebut,” kata dia. www.majalahfranchise.com
Kesimpulan : Setiap manusia menentukan takdirnya
masing-masing, jika kita ingin sukses kejarlah ilmu karena dengan ilmu sukses
akan datang dengan sendirinya dan jangan pernah takut dengan kegagalan, dengan
kegagalan kita belajar untuk menghargai sesuatu yang awalnya kita anggap kecil
sesungguhnya mempunyai makna yang besar.
Komentar
Posting Komentar